Cukup mengejutkan bila melihat penampilan NSH Montain Gold Timika di IBL Pertamax 2021. Terutama saat kita membandingkan dengan performa mereka dalam dua musim terakhir. Rasanya masih tidak percaya kalau NSH harus terseok-seok di papan bawah klasemen musim ini. Tapi kalau diamati dari pergerakan klub tersebut, maka bisa dimaklumi. Karena mereka sedang memulai langkah baru.
Langkah baru yang dimaksud di sini adalah penggabungan dua manajemen, dari semula NSH saja, bergabung dengan tim Montain Gold dari Timika. Tentu tidak mudah. Banyak penyesuaian yang harus dilakukan, terutama untuk meleburkan pemain dari kedua klub tersebut. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, dan tugas berat itu diemban oleh Coach Antonius Ferry Rinaldo, yang meraih gelar Coach of the Year pada IBL 2020.
Kembali ke sisi teknis. Kekuatan NSH sudah pasti bakal tereduksi setelah kabar tidak mengenakkan di awal musim. Dua pilar utamanya yakni Widyanta Putra Teja dan Lutfi Eka Koswara hengkang. Tidak hanya berpengaruh pada strategi saja, kepergian membuat lubang yang besar di sisi produktifitas poin. Buktinya, di IBL Pertamax 2021, rata-rata poin NSH hanya 62,8 PPG. Itu belum cukup untuk membawa mereka bersaing di papan atas Divisi Putih, yang jelas-jelas ada Satria Muda Pertamina Jakarta dan Prawira Bandung.
Penurunan paling mencolok jelas terlihat dari 3 points precentage tim ini. Mereka hanya mencetak 24,1% atau dengan angka lain 5,3 three point dalam setiap pertandingan. Dari sini saja, kita sudah bisa melihat bahwa kehilangan Lutfi sangat berpengaruh pada NSH. Sebab, Lutfi bisa membantu Bali United Basketball mencetak 7,4 three point dalam tiap game.
Masalah lain yang dihadapi NSH adalah penguasaan bola. Hilangnya Widyanta membuat turnovers meningkat jadi 17,1 per pertandingan selama musim reguler 2021. Belum lagi, soal paint area yang belum terpecahkan sampai musim berakhir. Kehadiran Ruslan dan Melky Sedek Basik Basik di lini kedua, tidak bisa mendukung performa Randika Aprilian. Saat Randika absen, maka tamatlah paint area NSH. Musim ini, mereka hanya menang empat kali dari 16 pertandingan.
Lalu, apakah semuanya buruk? Ternyata tidak juga. Ada catatan-catatan yang sangat cukup menggembirakan. Hal pertama adalah fast break points. NSH bisa mencetak 12,6 point per game dari fast break. Angkanya jauh lebih besar ketimbang lawan, yang ada di kisaran 9,8 point. Sedangkan yang lain yakni NSH mampu membuat lawan melakukan 18,4 turnovers. Meski mereka sendiri juga bermasalah dengan penguasaan bola. Dari catatan tersebut bisa disimpulkan bahwa NSH punya modal kemauan untuk defense, dan kecepatan untuk menusuk ke jantung pertahanan lawan.
Wajar kalau NSH punya kemampuan seperti itu, karena dalam komposisi tim musim ini masih ada Andre Rorimpandey, Jan Misael Panagan, Rizky Effendy. NSH musim ini juga mendapat sokongan tenaga dari Ebrahim Enguio Lopez atau yang akrab dipanggil Biboy. Dia dikenal sebagai penyerang yang cepat saat masih membela Aspac dulu.
NSH masih punya ruang yang luas untuk mengembangkan potensi tersebut. Beberapa putra daerah Papua juga sudah mulai berkontribusi. Sebut saja Hengki Infandi dan Imanuel Onawame. Kalau mereka terus diberi kepercayaan, bukan tidak mungkin bagi NSH untuk membangun tim dengan basis kecepatan dalam bermain. Jadi kita tunggu saja, bagaimana perkembangan NSH Montain Gold Timika untuk musim depan. (*)
0 Comments