Agustinus Dapas Sigar mungkin tak setenar nama-nama besar lainnya di kancah bola basket profesional Indonesia, namun tak akan ada yang menyangkal bila dia disebut sebagai salah satu petembak tajam di kancah liga bola basket profesional Indonesia.
Dua kali, Aguy, sapaannya, terpilih sebagai MVP All Stars Kobatama, kompetisi level tertinggi Indonesia saat itu. “Saya jadi MVP All Stars 2005 dan 2007,” kata Aguy yang total 17 musim bermain di liga professional sebelum memutuskan mundur pada usia 35 tahun.
Satria Muda adalah klub profesional pertama Aguy. “Sebenarnya saya sudah bergabung dengan SM sejak 1997, tetapi baru setahun kemudian 1998 saya masuk roster tim Satria Muda untuk Kobatama,” tutur Aguy. Tahun 1999, Aguy masuk dalam daftar sejarah Mahaka Satria Muda meraih gelar juara Kobatama untuk pertama kalinya.
Tahun 2001 Aguy sebenarnya nyaris tersingkir dari skuat Satria Muda. Ketika itu Satria Muda menunggu kepastian bergabungnya Romy Chandra dari IM Texmaco. Ketika Romy batal ke Satria Muda dan memilih bergabung dengan Aspac Texmaco, barulah nama Aguy masuk dalam roster.
Gelar juara bersama Satria Muda kembali diraihnya pada tahun 2004. Aguy bersama Satria muda hingga tahun 2005.
Tahun 2006 dia hijrah ke Garuda Bandung dan merebut Piala Kobatama pada tahun 2008. Lima tahun dia membela Garuda. Tahun 20011 Aguy bermain untuk Hangtuah IM Sumsel hingga pensiun pada tahun 2014.
“Semua tim memiliki kesan bagi saya,” ujarnya. “Di Satria Muda jelas berkesan karena kami memperoleh dua kali gelar juara,” katanya. “Bersama Garuda saya juga gembira berkesempatan bermain bersama para pemain hebat seperi Mario Wuysang, Lolik, Denny Sumargo, Andre Tiara, Cokorda Raka dan lain-lain,” sambungnya.
“Bersama Hangtuah saya sudah berusia 30 tahun lebih, tapi masih bisa produktif. Saya juga bermain bersama para pemain muda seperti Hardianus Lakudu, Mei Joni dan Adhi Pratama. Saya menyaksikan dan mengikuti perkembangan mereka yang memang hebat,” tambahnya.
Aguy memang selalu bersama para pemain tenar dan hebat. Ketika berlatih di Mitra Guntur, dia selalu bersama Wahyu Widayat Jati dan Dwui “Iboy” Eriano. “Kami bertiga sama-sama tinggal di Cibubur dan selalu bersama latihan di Guntur. Kami juga sempat meraih gelar juara DKI KU 18,” kenangnya.
Aguy juga bersekolah di SMA Negeri 3 Teladan Jakarta yang dikenal sebagai gudang atlet-atlet basket. “Saya satu tim dengan pemain hebat seperti Andi Batam, Riko Hantono, Athmadi Mahendra. Sayang, kelas 3 saya harus pindah sekolah ke PSKD,” katanya.
Saat itu, para pemain SMA 3 juga bergabung dengan klub Teladan, begitu juga Aguy. “Waktu itu tahun 1996 kami sempat masuk final pada satu turnamen, tapi kalah dengan Satria Muda. Tahun 1997, saya pindah ke Satria Muda,” ceritanya.
Itulah langkah awal Aguy di kancah liga profesional Indonesia, dan bertahan hingga 17 tahun lamanya. “Sekarang saya melatih tim-tim kantor dan juga klub Indonesia Muda KU 14 tahun,” kata Aguy.
Terima kasih Aguy. Tularkan ilmu-ilmu basketmu kepada anak-anak muda penerus prestasi bolabasket Indonesia.
0 Comments