Tahun 1987, Suko Daryono dari Nganjuk datang ke Gresik memenuhi panggilan untuk digembleng menjadi atlet bola voli di Petrokimia. "Saya sebelumnya pemain voli tarkam," kenangnya.
Pada suatu hari latihan, Suko didatangi atlet atlet basket, cabang yang ketika itu juga dibina oleh Petrokimia. "Saya ditantang untuk melakukan dunk, dan bisa saya lakukan," tuturnya. Padahal, sebelumnya Suko tak pernah bermain basket.
Pengurus cabang basket dan bola voli pun kemudian memperebutkan Suko. Posturnya yang 198 cm memang ideal untuk kedua cabang ini. Uniknya, Suko malah memilih basket.
"Tidak tahu kenapa sejak itu saya jadi senang bermain basket," akunya. Bola voli ditinggalkan, Suko serius berlatih basket, mulai dari nol !
"Benar benar dari nol. Saya baru belajar bagaimana menembak dengan benar dan teknik lainnya ya di Gresik," paparnya.
Mengejar ketinggalan Suko berinisiatif menambah latihan sendiri. Untuk fisik dia selalu melakukan pemanasan lari sepuluh putaran di lintasan atletik. "Latihannya bareng atlet atlet atletik," katanya. Dia juga menambah waktu latihan di lapangan basket.
Hasilnya luar biasa! Baru dua tahun berlatih, Suko terpilih masuk tim nasional untuk SEA Games 1989 Malaysia. "Saya satu satunya pemain basket Petrokimia yang masuk timnas, " katanya.
Sepulang dari Malaysia, Suko hijrah ke klub Asaba, nama awal klub Aspac. Kepindahannya membuat heboh. Suko diperebutkan pengprov Perbasi Jawa Timur dan DKI Jaya. "Akhirnya tahun 1993 saya perkuat DKI di PON. Sebelumnya saat PON 1989 saya membela Jatim,".
Dia juga masuk dalam timnas untuk SEA Games 1991, 1995 dan 2001. SEA Games terakhir sangat berkesan. Untuk pertama kali Indonesia merebut medali perak. Dalam laga menentukan melawan Vietnam, Suko bermain gemilang melesakkan tujuh kali tembakan tiga angka. Suko menjadi pemain paling senior dalam timnas si usianya yang 33 tahun.
Suko juga menjadi bagian sejarah timnas Indonesia menjadi juara SEABA 1996 di Surabaya setelah di final menundukkan Filipina.
Berawal di posisi big man, Suko menjelma menjadi shooter andal. Suatu ketika dia mengalami cedera sehingga absen hampir enam bulan. Suko kemudian berlatih mempertajam tembakan tiga angka.
Pelatih Aspac kala itu, Kim Dong Won melihat kelebihan ini. "Mister Kim melihat keuntungan dari tembakan dan postur saya. Kalau lawan kuat di dalam, saya ditugaskan jadi shooter," ujarnya.
Pulih cedera, Suko ikut membawa Aspac menjadi juara Kobatama 2000, 2001 dan 2002. Kemudian menjadi juara IBL 2003. "Saat berusaha meraih gelar kelima beruntun, kami kalah dari Satria Muda di tahun 2004," kenangnya. Setelah itu Suko memutuskan pensiun.
Suko kemudian memisahkan diri dunia bola basket. Dia serius menggeluti bisnis dan tinggal di Serang Banten bersama keluarga.
"Lutut saya sudah tidak bisa diajak basket. Saya juga tidak berbakat jadi pelatih, " katanya.
Bakti Suko dari lapangan basket sudah cukup luar biasa. 17 tahun bergelut dengan bola dan lapangan basket adalah waktu yang panjang. Terima kasih legenda atas medali dan prestasi yang sudah diraih bagi Merah Putih.
*ket photo : Suko Daryono ( jersey no 10 ) credit photo : koleksi pribadi
0 Comments