IBL mencoba gebrakan baru di musim 2020. Salah satunya menggelar salah satu seri di Kediri. Kota yang pernah menjadi bagian dari sejarah basket Indonesia. IBL sukses melebarkan sayap penggemar, dan antusiasme penonton. Tak hanya itu saja, IBL mendapatkan pelajaran berharga dari penyelenggaraan Seri 5 Kediri.
Pelajaran pertama tentang memastikan semua infrastruktur dalam kondisi sempurna. Khususnya arena olahraga. Karena dalam penyelenggaraan seri Kediri di GOR Jayabaya sedikit terhambat. Pada bulan Maret, kota Kediri sedang diguyur hujan. Cuaca memang tidak mendukung. Tapi tidak menyurutkan antusiasme penonton. Tapi harapan penonton menyaksikan laga-laga sengit IBL pupus karena kebocoran atap GOR Jayabaya. Terdapat beberapa titik air yang membahayakan bagi para pemain.
Dalam dua hari, sudah ada tiga pertandingan yang ditunda. Ini tidak bagus bagi kompetisi dan penonton. Bagi kompetisi, jelas akan merusah strategi tim-tim. Mereka yang sudah merencanakan strategi dengan matang, buyar karena ada penundaan liga. Sementara bagi penonton, mereka tidak bisa menyaksikan pertandingan tim kesayangannya. Padahal, kesempatan untuk menyaksikan pemain idolanya bertanding hanya datang satu kali dalam satu tahun. Terutama bagi IBL Fans asal Kediri dan sekitarnya.
IBL sudah menyampaikan kepada pengelola arena, bahkan kepada walikota Kediri yang kebetulan juga menyempatkan hadir menyaksikan pertandingan. IBL mengapresiasi antusiasme penonton, namun liga juga meminta kepada pemerintah kota untuk melakukan beberapa perbaikan. Ini demi kenyamanan dan keselamatan bersama.
Pelajaran kedua datang dari administrasi pemain. FIBA membuat aturan baru tentang Letter Of Clearence (LOC). Sebuah dokumen bagi pemain yang berpindah liga dari satu negara ke negara yang lain. Tujuannya, agar pergerakan mereka terdeteksi dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Awalnya, LOC hanya sebuah surat elektronik saja. Namun dalam perkembangannya, LOC dibuat FIBA dalam bentuk digital. Sehingga melibatkan federasi bola basket di masing-masing negara. Seorang pemain harus mendapatkan persetujuan dari federasi yang lama, untuk bisa tampil di liga negara lain.
Proses ini sempat menghambat pertandingan di seri Kediri. Salah satunya pertemuan antara Pelita Jaya Bakrie melawan Pacific Caesar Surabaya. Akhrinya, setelah disepakati bersama, laga tersebut dimainkan tanpa pemain asing. Sebab, ada pemain yang proses LOC-nya belum selesai.
Sementara pelajaran berharga yang ketiga adalah tentang strategi permainan. Dalam perjalanan selama seri pertama hingga keempat, Amartha Hangtuah menjadi tim dengan catatan rekor terburuk yaitu 1-8. Mereka sudah mencari berbagai cara untuk mengatasi masalah ini. Mulai dari mengganti pemain asing hingga melakukan pendekatan secara pribadi ke pemain. Hasilnya sama saja, mereka tetap terjebak di dasar klasemen. Ternyata solusinya ditemukan di seri Kediri. Hangtuah yang sebelumnya dipimpin oleh Harry Prayogo mengganti pelatih, dan Rastafari Horongbala mengisi tersebut. Sebuah solusi yang jitu karena Hangtuah langsung mencetak kemenangan di pertandingan pertama seri Kediri.
Tapi strategi mengganti pemain asing juga bukan cara yang buruk. Karena bila memang diperlukan, itu bisa sangat membantu bagi klub. Di seri Kediri ada empat pemain asing baru yang tampil. Mereka adalah Daniel Edward Hurtt (Satya Wacana Salatiga), Glen Thomas Burns dan Marquel Beasley (Prawira Bandung), dan terakhir Shawntez Petterson (Satria Muda Pertamina Jakarta).
Satya Wacana mengganti pemain karena Hal Heyward mengalami cedera. Sementara Prawira merasa bahwa Dimitri Cook dan David Samuels tidak memberi kontribusi positif selama empat seri. Kemudian Satria Muda ingin lebih kuat lagi dengan mengganti Tyuan Scott. Semua pergantian tersebut memang dibutuhkan oleh tim agar bisa bersaing di paruh kedua musim kompetisi 2020. Sebab, musim lalu, IBL merencanakan menggelar musim reguler selama delapan seri.
Itulah beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari penyelenggaraan seri Kediri. Berikutnya, IBL mengunjungi Kota Pahlawan, Surabaya. (*)
0 Comments