Darah basket memang mengalir deras pada nadi Lie Gwan Chin. Terlahir dari keluarga pecinta olah raga kreasi James Naismith. Ayahnya Lie Thay Poo adalah pelatih basket yang mendidiki Gwan Chin dan kakaknya, Gwan Ming hingga menjadi pemain nasional.
Lie Gwan Chin bergabung dengan Halim Kediri sejak tahun 1981 hingga dia pensiun pada tahun 1995. Pengabdian untuk tim nasional pun sudah dilakukannya sejak muda. “Tahun 1984 saya masuk dalam tim nasional junior,” kenangnya.
Di tim nasional senior, Gwan Chin membela Merah Putih pada tiga SEA Games, yakni SEA Games 1987 Jakarta, SEA Games 1989 Malaysia dan SEA Games 1991 di Filipina. Prestasinya pun cukup menjulang, pada tahun 1991, Gwan Chin dinobatkan sebagai Most Valuable Player Kobatama.
Pensiun sebagai pemain nasional, tak membuat cintanya surut. Gwan Chin masih terus bermain di kelompok veteran. Bahkan dia sempat membela tim veteran dari Filipina, sesuatu yang cukup langka sebab Filipina dikenal sebagai raja bola basket Asia Tenggara. “Saya masih sering bermain di luar negeri,” ujarnya.
Pemain yang setia dengan nomer jersey 4 baik di klub maupun tim nasional ini, juga melakukan pembinaan pemain usia dini. “Saya mendirikan GCBS di Yogyakarta pada tahun 2010. Rencananya juga akan saya kembangkan di Malang dan Surabaya,” katanya. GCBS adalah singkatan dari Gwan Chin Basketball School.
Tak hanya melatih, Gwan Chin juga menggelar turnamen. Sejak tahun 2014 dia selenggarakn turnamen level nasional Piala Walikota. “Bulan Juni lalu saya juga saya gelar event nasional di GOR Klebengan,” tuturnya.
Pekan depan, 18-22 Desember, dia menggelar GSBC Cup 4 dengan menggunakan empat lapangan. “Tiga lapangan di Among Rogo dan satu lapangan di Klebengan,” katanya. Turnamen untuk semua lapisan kelompok unur dari KU 11 hingga KU 51 tahun ke atas.
Selain itu, Gwan Chin juga melatih tim SMP Stella Duce 1 Degen Yogyakarta. “Putri Stella Duce 1 lima kali menjadi juara JRBL,” paparnya.
Bola basket memang tak pernah lepas dari hidup Gwan Chin. Sebuah pengabdian tanpa batas.
0 Comments