Komitmen kuat untuk menciptakan liga Bolabasket yang bersih , sehat dan profesional membuat IBL tak segan menjatuhkan hukuman kepada siapa saja yang mencederai sportivitas dan kejujuran termasuk keterlibatan dalam pengaturan skor pertandingan alias match fixing.
Enam pemain bola basket dijatuhi hukuman skorsing oleh IBL dan PP Perbasi karena keterlibatan mereka dalam pengaturan hasil pertandingan selama musim Kompetisi IBL 2021 lalu.
Enam pemain tersebut adalah Aga Siedarta Wismaya (AS), Jorge Gabriel Senduk (JS), M. Nur Aziz Wardhana (AW) Yoseph Wijaya (YW), Ariesanda Djauhari (AD), dan Yerikho Tuasela (YT). Lima pemain pertama berasal dari klub Pacific Caesar Surabaya dan nama terakhir adalah pemain Bali United Basketball.
PP Perbasi dan IBL telah menjatuhkan hukuman sanksi kepada para pelaku sesuai dengan aturan federasi dan juga peraturan pelaksanaan pertandingan pada 21 September 2021 dan disampaikan secara langsung kepada seluruh pihak yang terkait.
IBL menjatuhkan hukuman skorsing seumur hidup tidak boleh berkegiatan di lingkup IBL kepada enam pemain tersebut. IBL memberikan sanksi sesuai peraturan pelaksanaan IBL BAB IV Pasal 6 ayat 16 yang berbunyi “bagi personil klub yang melanggar bab IV pasal 4 ayat 2 yaitu melakukan dan terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan dilarang mengikuti kegiatan IBL seumur hidup dan denda maksimal 100 Juta rupiah”.
PP Perbasi memberikan sanksi sesuai ketentuan AD/ART PP PERBASI serta kode etik disiplin PP Perbasi berupa larangan berkegiatan bolabasket di seluruh Indonesia baik sebagai pemain,pelatih,atau official maupun membuka kegiatan atau kepelatihan bola basket di seluruh Indonesia. Lama skorsing tersebut bervariasi antara satu hingga empat tahun.
“Tindakan ini adalah bagian dari komitmen kami untuk meningkatkan kualitas liga agar semakin baik, professional dan sehat,” kata Direktur Utama IBL, Junas Miradiarsyah.
“IBL mendapatkan laporan dari manajemen klub Pacific mengenai kejanggalan beberapa pertandingan dan permainan beberapa pemain di klub terkait pada kompetisi IBL musim 2021 fase regular,” jelas Junas.
Atas laporan tersebut, sejak Mei 2021 IBL bersama PP Perbasi membentuk tim untuk melakukan investigasi dan mendapatkan bukti bukti dari pihak yang terlibat. “Investigasi ini untuk memberikan efek jera kepada oknum yang terlibat dan menegaskan kepada seluruh pihak terkait dengan liga bahwa tidak ada toleransi terhadap hal-hal yang mencederai dan berpotensi membuat liga, klub dan persepsi olahraga bolabasket menjadi negatif,” tegasnya.
“Manajemen IBL sangat menyesalkan kejadian ini dan menghimbau kepada seluruh pihak agar tidak terulang kembali di masa depan,” sambungnya. Salah satu upaya pencegahan agar kasus serupa tak terjadi lagi dilakukan dengan mengkomunikasikan kronologis kejadian ini kepada selueuh pemilik klub melalui pertemuan pada 24 September 2021.
“Kami juga memberikan apresiasi kepada para pemain Pacific lainnya yang bertahan dengan komitmen menjalankan pertandingan secara baik dan sehat serta manajemen klub yang beritikad baik melakukan kerjasama dalam investigasi kejadian ini dan mewujudkan kompetisi yang lebih sehat,” pungkas Junas.
Ketua umum PP Perbasi, Danny Kosasih mengaku kesal dengan para pemain yang melakukan match fixing. "Tak ada ampun lagi, mereka harus menjalani hukuman yang sudah dijatuhkan," kata Danny.
Dia kecewa para terhukum tersebut tidak belajar dari pengalaman kasus serupa sebelumnya. "Saya berharap hukuman kali ini membuat para pebasket semakin menjunjung sportivitas dan tidak lagi melakukan match fixing" tegasnya.
Say no to match fixing!
0 Comments