Tak harus menjadi pemain nasional untuk menjadi pelatih hebat. Tjetjep Firmansjah menjadi salah satu buktinya. Semasa masih menjadi pemain, Tjetjep hanya berkutat di klubny, Mitra Guntur dan Indonesia Muda Jakarta. “Saya cuma pemain amatir, tak pernah bermain di level tertinggi,” kata Tjetjep merendah.
Sebagai pemain namanya kalah bersinar dibanding dua saudaranya, sang kakak Bambang Hermansyah dan adiknya, Ali Budimansyah yang cemerlang sebagai pemain nasional. “Saya juga sempat menjadi pemain nasional, tetapi untuk cabang olahraga Bola Keranjang,” katanya sambil tersenyum.
Ceritanya, tahun 1982, Tjetjep diajak rekannya masuk timnas bola keranjang yang akan berlaga di Kejuaraan Dunia Bola Keranjang di Belanda. “Federasi bola keranjang Indonesia berusaha memasyarakatkan olahraga ini dan saya diajak ikut serta. Dari Asia hanya Indonesia dan Taiwan yang menjadi peserta Kejuaraan Dunia,” ceritanya.
Hanya sampai level klub saat bermain, namun Tjetjep bersinar sebagai pelatih walau dia menempuhnya dari bawah. “Saya menjadi bagian utility timnas putri untuk SEA Games 1989 di Malaysia, pelatihnya Rastafari Horongbala, pemainnya diantaranya adalah Julisa yang kemudian menjadi istri kak Rastafari,” kenangnya.
Sepulang dari Malaysia, Tjetjep diajak Setia Darma Madjid, kakak Rastafari untuk menangani klub Bogor Jaya. Hal ini ternyata menjadi langkah awal baginya untuk menjadi pelatih tim Pelatda PON 1993 Jawa Barat. Untuk memberikan pengalaman kepada para pemain pelatda, dibentuklah tim Siliwangi dan berlaga di Kobatama. Pada PON 1993, Jawa Barat yang saat itu juga diperkuat AF Rinaldo dan Thomas Teddy Kurniadi berada di peringkat ketiga.
Seusai PON, Tjetjep digandeng Doedi Gambiro untuk menangani Satria Muda. Di luar dugaan, Tjetjep mampu membawa Satria Muda berada pada posisi empat besar Kobatama. Tjetjep kemudian dipilih menjadi pelatih tim nasional untuk Kejuaraan SEABA 1996 di Surabaya. Prestasinya luar biasa. Untuk pertama kali tim nasional Indonesia mampu mengalahkan Filipina dan menjadi juara Asia Tenggara.
Sukses menangani timnas, Tjetjep ditarik Irawan Haryono menangani Aspac. Tim ini kemudian diantaranya menjadi juara Kobatama sebanyak tiga kali. Sukses Tjetjep terus berlanjut, dia berhasil membawa timnas putra merebut medali perunggu di SEA Games Brunei Darussalam.
Dua tahun berikutnya bersama timnas prestasinya meningkat. Timnas putra Indonesia untuk pertama kali merebut medali perak di SEA Games Kuala Lumpur Malaysia 2001.
Tjetjep menilai para pemain bola basket Indonesia saat ini mengalami kemajuan tetapi kurang konsisten. “Ada kemajuan tetapi tidak konsisten baik putra maupun putri. Jika konsisten, seharusnya medali perak SEA Games pun akan konsisten bisa kita rebut. Target perak saat ini adalah target tertinggi yang paling realistis,” tuturnya.
Tjetjep mengusulkan agar IBL selain menggelar kompetisi dengan pemain asing juga memiliki kompetisi khusus pemain lokal. “Tiga pemain asing dalam satu tim, diakui atau tidak akan mengurangi jam terbang para pemain lokal. Untuk itu perlu kompetisi khusus pemain lokal untuk menambah jam terbang dan pengalaman. Tidak cukup hanya satu turnamen saja,” sarannya.
Foto dokumentasi :AspacManiaSBY
0 Comments